Selasa, 17 Januari 2012

PENGALENGAN MAKANAN (FOOD CANNING)

Pendahuluan
Penduduk di bumi ini semakin lama semakin bertambah, maka sudah tidak dapat ditawar lagi bahwa ketersediaan pangan harus terus menerus ditingkatkan mengiringi pertambahan tersebut. Ketersediaan pangan meliputi pemenuhan kuantitas, kualitas dan keamanan pangan sesuai kebutuhan disertai dengan penyediaan cadangan bagi keperluan darurat.
Mengingat mayoritas hasil pertanian dalam arti luas, meliputi hasil pertanian tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan dan perikanan umumnya bersifat mudah rusak, dan bahkan beberapa termasuk dalam kategori sangat mudah rusak, maka diperlukan upaya-upaya penyimpanan dan pengawetan. Hal ini diperkuat dengan kenyataan bahwa kebutuhan pangan berlangsung sepanjang tahun sementara hasil pertanian kebanyakan bersifat musiman.

Teknik Pengalengan
Salah satu cara penyimpanan dan pengawetan yang banyak dilakukan saat ini adalah pengalengan bahan pangan. Buah, sayur, ikan, daging, susu dan pangan lain yang dikalengkan umumnya relatif telah siap saji. Fakta ini mendukung percepatan penyiapan bahan makanan di tingkat rumah tangga, mengingat dengan meningkatnya tuntutan hidup kita harus mampu mengelola waktu dengan baik. Maka keberadaan makanan kalengan dapat menjadi alternatif di hari yang sibuk, meskipun harus tetap disadari bahwa makanan segar nilai gizinya akan jauh lebih baik dibandingkan makanan yang telah dikalengkan.
Pengalengan merupakan sebuah metode pengawetan makanan dimana makanan yang dimasukkan di dalamnya telah melalui proses pengolahan dan kemudian dikemas di dalam kontainer yang kedap udara. Dengan pengalengan maka bahan pangan memiliki umur simpan yang panjang, berbulan-bulan bahkan beberapa tahun. Proses pengalengan pertama kali dikembangkan oleh Nicolas Appert pada tahun 1810.
Pengemasan mencegah mikroorganisme untuk masuk dan merusak bahan pangan yang dikalengkan. Oleh karena itu untuk mencegah makanan menjadi busuk sebelum dan selama dikemas, sejumlah metode yang digunakan meliputi pasteurisasi, pemanasan (dan perlakuan lain pada temperatur yang tinggi dalam periode waktu tertentu), pendinginan, pembekuan, pengeringan, perlakuan vakum dan agen antimikrobia, sebuah radiasi pengionan dalam dosis yang cukup, perendaman dalam larutan garam, asam, basa, ekstrim secara osmosis (contoh sangat banyak mengandung gula) atau lingkungan-lingkungan yang menghambat pertumbuhan mikrobia yang lain. Metode yang paling efektif adalah sterilisasi karena mampu membunuh Clostridium botulinum yang menyebabkan keracunan. Clostridum botulinum hanya dapat dimusnahkan pada temperatur di atas titik didih. Ada tidaknya Clostridum botulinum dalam makanan kaleng dijadikan tolok ukur (parameter) keberhasilan proses pengalengan. Dalam setiap proses pengalengan bahan pangan.
Makanan dengan keasaman rendah, (pH lebih besar dari 4,6) memerlukan sterilisasi di bawah temperatur tinggi (116 – 130oC). Untuk mendapatkan temperatur di atas titik didih perlu menggunakan sebuah alat untuk mengkondisikan tekanan udara (biasanya menggunakan autoclave). Makanan yang harus disterilisasi dalam autoclave termasuk kebanyakan sayuran, daging, makanan laut, makanan yang berasal dari hewan dan susu. Hanya makanan yang berasal dari buah-buahann, sayuran diasamkan, atau makanan yang ditambahkan keasamanannya sampai pH kurang dari 4,6 dapat dikalengkan dengan aman dan menggunakan air mendidih biasa.

Nilai Gizi
Pengalengan merupakan salah satu cara pengolahan makanan untuk memperpanjang umur simpannya. Ide tersebut adalah untuk membuat makanan tersedia dan dapat dimakan dalam waktu yang lama sejak dilakukannya waktu pengolahan. Pada tahun 1997 sebuah penelitian menemukan bahwa buah-buahan dan sayur-sayuran yang dikalengkan menyediakan makanan berserat dan vitamin-vitamin sama seperti hubungan antara makanan segar dan yang dibekukan, dan dalam beberapa kasus, walaupun proses pemanasan selama pengalengan menyebabkan serat lebih mudah larut, dan karenanya lebih mudah difermentasi di dalam usus menjadi gas-gas dan physiologically active byproducts. Tomat-tomat yang dikalengkan memiliki kadar available lycopene lebih tinggi.

Masa Kedaluwarsa
Untuk meningkatkan keamanan pangan bagi mereka yang memakan makanan kaleng, pemerintah mewajibkan perusahaan untuk mencantumkan kode produksi dan masa kedaluwarsa di kaleng makanan untuk memberikan informasi yang relevan terkait dengan kesehatan. Masa keladuwarsa ditetapkan berdasarkan riset yang terus menerus untuk mengetahui umur simpan dari produk tersebut.

Migrasi komponen-komponen Kaleng
Dalam toksikologi pengalengan, migrasi merupakan pergerakan subsatansi-substansi dari kaleng itu sendiri ke dalam isi kaleng. Substansi-substansi yang berpotensi racun yang dapat bermigrasi merupakan pemicu, menyebabkan keracunan, atau bisphenol A, yang berpotensi mengganggu endokrin (a potential endocrine disruptor) yang terkandung dalam epoksi yang umumnya digunakan untuk melapisi bagian dalam kaleng.

Kadar Garam
Makanan kaleng dapat menjadi sebuah sumber garam (sodium chloride). Terlalu banyak garam meningkatkan resiko masalah kesehatan, termasuk tekanan darah tinggi (high blood pressure) Oleh karena itu, harus ada batas kadar garam yang diijinkan bagi makanan kaleng. Beberapa produk kalengan tersedia dalam alternatif dengan kadar garam rendah (low-salt) dan tidak mengandung garam (no-salt).

Botulism
Foodborne botulism dihasilkan dari kontaminasi persediaan makanan dimana spora-spora C. botulinum tumbuh dan menghasilkan botulism toxin dan hal ini terjadi pada substansi-substansi makanan kaleng tidak berasam (canned non-acidic food substances). C. botulinum memilih lingkungan dengan oksigen yang rendah, dan karenanya tumbuh di dalam makanan kaleng. Botulism jarang terjadi tetapi merupakan penyakit paralytic serius yang diawali dari otot” muka dan kemudian menyebar ke bagian-bagian tubuh yang lain. Dalam kasus yang jarang terjadi, botulism menyebabkan paralysis otot-otot pernafasan dan menyebabkan gangguan pernafasan.

Pemilihan Makanan Kaleng
Dalam memilih makanan kaleng ada beberapa hal yang harus diperhatikan, diantaranya: tanggal kedaluwarsa yang tertera di kemasan masih lama dan kondisi kaleng masih bagus, tidak menggelembung atau penyok. Rusaknya kemasan kaleng memungkinkan masuknya bakteri ke dalam kaleng dan berkembang biak dengan pesat karena dari asalnya yang steril memungkinkan rendahnya persaingan mikroba di dalamnya.

Penutup
Bagaimanapun sebagus-bagusnya makanan kaleng masih lebih baik makanan segar. Hal ini dapat dipahami karena nutrisi yang terkandung dalam bahan pangan menurun dengan semakin tingginya suhu dan lamanya waktu pengolahan. Selain itu harga makanan segar relatif lebih murah dibandingkan dengan makanan kaleng (ESR).