Sabtu, 23 April 2011

INTEGRITAS INTELEKTUAL


Setiap mukmin harus yakin bahwa segala sesuatu di alam semesta ini merupakan ciptaan Allah, milik Allah, dan di bawah pengawasan serta KuasaNya, termasuk intelektual. Namun dunia keilmuan sekarang seakan semakin jauh dari agama. Kenyataan dewasa ini sungguh mengenaskan karena banyak sekali ilmuwan muda yang tidak lagi menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman hidup. Hal ini dapat dilihat dari berbagai segi:
1. Kebanyakan mereka tidak mengkaji langsung ajaran Islam dari sumber aslinya, karena mereka mempelajari agama melalui acuan Barat, sedangkan ciri mereka dijelaskan Allah, dalam QS. Al Baqarah : 120 .
“Dan orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan rela (sepanjang masa) kepada engkau (Nabi Muhammad SAW) hingga engkau mengikuti agama mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)”. Dan jika engkau (Nabi Muhammad SAW) benar-benar mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan tidak lagi penolong bagimu.
2. Manusia kurang mengkaitkan antara analisa dan kajian suatu ilmu yang merupakan ibadah. Bertafakur (merenung) sesaat lebih baik dari ibadah setahun kata Rasulullah SAW.
3. Kebanyakan manusia disesatkan oleh hasil pemikirannya sendiri, karena cara berfikir lepas dari tuntunan agama. Padahal agama yang benar harus membuahkan ilmu yang berguna dan bermanfaat bagi kehidupan.
4. Banyak sekali ayat-ayat Al-Qur’an yang menolong manusia berfikir dan berdzikir mempergunakan akal untuk merenungkan ciptaan Allah baik pada dirinya maupun pada alam semesta.
5. Orang berilmu itu harus membangun akal pikir dan dzikir demi cinta kepada Allah. Terhadap intelektual yang demikian harus ingat dan sadar, bahwa akal itu mempunyai beberapa kelemahan diantaranya:
a. Akal itu selalu berbeda dalam kemampuan dan memberi keputusan berbeda dalam menilai baik dan buruk ;
b. Akal itu selalu menjadi sasaran hawa nafsu, yang menyebabkan akal tidak berfungsi secara normal kecuali dibimbing oleh tuntunan agama yang benar;
c. Akal itu terbatas jangkauannya tidak mungkin dapat meramal masa depan sesuai dengan kehendak Allah;
d. Akal itu selalu mencampuradukkan antara yang hak dan yang bathil sehingga kemauan mausia selalu bertentangan dengan kehendak Allah.
Banyak manusia mencari penyelesaian dengan pendapat akal, tidak akan terselesaikan kalau selesai hanya bersifat sementara. Banyak hal yang tidak terpecahkan oleh otak manusia, tetapi dapat diberikan jalan keluar lewat Al-Qur’an secara tepat dan benar dijelaskan dalam QS. Al-An’am: 38
“…………….. Tiada Kami alfakan (lupakan) sesuatupun di dalam Al-Kitab (Al-Qur’an atau Lauh al-Mahfuzh), kemudian kepada Tuhan Pemeliharalah mereka mereka dihimpunkan”.
Artinya: “Tidak dilewatkan semua solusi masalah kehidupan itu sudah dijelaskan dalam Al-Qur’an”. Prinsip-prinsip menata kehidupan ini secara keseluruhan telah dibentangkan dalam Al-Qur’an, masalah hukum, politik, ekonomi, sosial, dan budaya.
Sekarang mau percaya dan menerima atau tidak, kalau tidak konsekuensinya sesat setiap yang sesat di dunia dan di akherat. Dan apa saja yang dipertanyakan Al-Qur’an, siap memberikan jalan keluar secara tepat dan benar.
Kalau kita buka lembaran Al Qur’an akan menemukan ciri-ciri intelektual
1. Orang yang berilmu itu harus beriman semuanya, firman Allah dalam QS. Ali-Imran: 7
“Dia-lah (Allah) yang menurunkan al-Kitab (yakni Al-Qur’an) kepadamu (Nabi Muhammad SAW). Diantara ayat-ayat-(Nya) ada yang muhkamat, itulah pokok-pokok isi Al-Qur’an, dan yang lain mutasyabihat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya ada kecenderungan kepada kesesatan, maka mereka mengikuti dengan sungguh-sungguh ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah (yakni kekacauan dan kerancuan berpikir serta keraguan di kalangan orang-orang beriman) dan untuk mencari-cari (dengan sungguh-sungguh) takwil-nya (yang sesuai dengan kesesatan mereka, padahal tidak ada yang mengetahui takwil-nya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: “Kami beriman dengannya semua dari sisi Tuhan pemelihara kami. Dan tidak dapat mengambil pelajaran (darinya) melainkan Ulil Albab (orang-orang yang berakal bersih, murni dan cerah)”.
2. Menjadikan Al-Qur’an sebagai landasan berfikir (menarik pelajaran)
“Adakah orang yang mengetahui bahwa apa yang diturunkan kepadamu (Nabi Muhammad SAW) dari Tuhan Pemelihara kamu adalah haq (mantap lagi tidak mengalami perubahan dan atau diragukan), sama dengan orang yang buta? Sesungguhnya orang yang dapat menarik pelajaran hanyalah Ulul Albab (orang-orang yang berakal bersih, murni dan cerah) sebagaimana tertuang dalam QS. Ar-Ra’d: 19.
Tidak merusak janji, takut kepada hari hisab, firman Allah:
“Dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan (secara harmonis dengan semua makhluk dan lingkungan), dan mereka (selalu) takut kepada hisab (perhitungan) yang buruk (QS. Ar-Ra’d : 21)”.
3. Selalu ingat Allah, dimanapun kita berada dan jangan sengaja melupakan-Nya, dijelaskan dalam QS. Al-Ahzab : 35.
“Sesungguhnya laki-laki muslim dan perempuan muslim, laki-laki mukmin dan perempuan mukmin, laki-laki yang taat dan perempuan yang taat, laki-laki yang benar dan perempuan yang benar, laki-laki yang penyabar dan perempuan yang benar, laki-laki yang khusyu’ dan perempuan yang khusyu’, laki-laki yang bersedekah dan perempuan yang bersedekah, laki-laki yang berpuasa dan perempuan yang berpuasa, laki-laki yang memelihara kemaluannya dan perempuan yang (juga) menjaga kehormatannya, laki-laki yang berdzikir (mengingat dan menyebut nama) Allah dan perempuan yang banyak berdzikir (mengingat dan menyebut nama Allah), Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar”.
4. Rasulullah SAW, mengingatkan kepada orang yang berilmu yang paling berat siksaannya di hari kiamat yang ilmunya tidak memberikan manfaat untuk mendekatkan dirinya kepada Allah.
“Sungguh orang yang paling berat siksaan di hari kiamat kelak adalah orang yang berilmu yang ilmunya tidak memberi manfaat oleh Allah bagi dirinya (HR. Ibnu Hiban dan Baihaqi dan Abu Darda).
Mengapa siksaannya berat karena orang berilmu itu dipercaya Allah. Sabda Rasulullah SAW:
“Orang yang berilmu itu adalah kepercayaan Allah di bumi” (HR. Abdil Birri dari Mu’adz).
Kalau intelektual berfikir, berbicara, berbuat dan disertai rasa takut kepada Allah, tentu imannya sempurna. Untuk itu kita menegakkan kebenaran merupakan bukti keimanan yang disertai langkah nyata. Yakinlah semua ayat Al-Qur’an itu untuk melindungi agama, akhlak, jiwa, harta dan martabat manusia. Sudah saatnya, ummat Islam, mempersenjatai diri dengan aqidah yang menyatukan kata dan perbuatan walaupun badai menerjangnya tetap tegar tanpa menyerah sebelum berhasil. Kebanyakan ummat Islam, kurang tekun menggapai sesuatu yang menyebabkan dia tidak berhasil.
Rasululloh SAW telah mengingatkan dalam sabdanya: “Semestinya apa yang dikehendaki Al-Qur’an dan Sunnah adalah untuk kemaslahatan manusia. Karena berfikir yang Qur’ani berarti: menuju kepada kesejahteraan hidup, faktor tersebut menjadi tujuan Allah, memberi kebebasan yang tidak menyimpang dari jalan-Nya. Kata kunci berfikir yang benar itu adalah untuk mendukung kebenaran Al-Qur’an (antara kebenaran wahyu dan kebenaran akal tidak berbenturan). Karena itu manusia harus menundukkan kebenaran akal di bawah kehendak Allah, kalau tidak, akal akan dikuasai oleh nafsu, pasti terjadi penyimpangan, akan mengalami kesengsaraaan dan kehancuran. Sungguh akal manusia itu memiliki keunggulan jika dimanfaatkan dengan baik. Tetapi akal itu sebagai alat untuk mencapai sesuatu, kelemahannya kerap kali berubah-ubah.
Yakinlah dimana ada kebenaran di situ ada Allah, apapun yang dikerjakan baik yang nyata maupun yang tersembunyi Allah Maha Tahu, firman-Nya:
“Dan sungguh jika kami memperlihatkan kepadamu (Nabi Muhammad SAW) sebagian dari (siksa) yang Kami janjikan kepada mereka (tentu engkau akan melihatnya), atau (jika) Kami wafatkan engkau (sebelum datangnya siksa itu), maka kepada Kami (jualah) mereka kembali, kemudian Allah menjadi saksi atas apa yang mereka kerjakan” (QS. Yunus : 46).
Bagaimanapun manusia menyembunyikan dan memutarbalikkan fakta, lambat atau cepat pasti kebenaran itu akan terungkap. Setiap orang punya jalan hidup yang berbeda-beda dan punya kesempatan berbeda, kesemuanya itu akan menuju kepada keyakinan yang benar. Kebanyakan orang sekarang senang jalan pintas untuk mendapatkan kedudukan, karena pikirannya sudah dikuasai oleh hawa nafsu, bukan dikendalikan oleh akal sehat. Dunia ini merupakan panggung kehidupan yang banyak menyesatkan orang. Bagi orang Islam, dunia sebagai jembatan penyeberangan ke akhirat, pendiriannya teguh, pantang menyerah dan tidak mengenal utus asa. Dan tidak seperti orang munafik, mereka selalu ragu-ragu pada kebenaran Allah (QS. At-taubah : 45).
“Sesungguhnya yang meminta izin kepadamu (untuk tidak ikut berjihad), hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan Hari kemudian, dan hati mereka ragu-ragu, karena itu mereka selalu bimbang dalam keragu-raguan mereka”.
Kalau orang sudah dihinggapi penyakit ragu, sukar untuk mendapatkan kepastian. Diingatkan kepada intelektual, ilmu yang diperoleh lewat akal itu adalah karunia Allah, karena itu jangan menggunakan akal untuk membohongi Allah. Di situlah pentingnya terapan ilmu tauhid dan kerelaan berkorban sebagai konsekuensi para ilmuwan, yang tidak diragukan lagi kualitasnya. Ilmuwan seperti itu selalu memperhatikan ayat Allah, QS. Shaad : 29
“(Al-Qur’an yang engkau sampaikan, wahai nabi Muhammad SAW adalah) sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu, penuh berkah supaya mereka (manusia seluruhnya) memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya Ulul Albab (orang-orang yang berakal bersih, murni dan cerah) mendapat pelajaran”.
Peranan Al-Qur’an adalah menyangkut seluruh segi kehidupan, oleh karena itu Al-Qur’an menjadi landasan dalam pengkajian dan pengembangan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi). Titik beratnya adalah pada misinya yang sudah memberikan dasar akhlak/moral yang islami dalam kaitan dengan masalah ilmu pengetahuan. Artinya tidak semua ilmu itu membawa kepada kebahagiaan bahkan mungkin sebaliknya. Bilamana orang orang yang memiliki ilmu itu tidak punya akhlak/moral Islam harus diiringi oleh akhlak/moral yang luhur bagi setiap intelektual/cendekiawan. Demikian pula dengan teknologinya, Islam mengatur teknokrat dan teknologi bahwa apa yang dicitakan haruslah dalam rangka menegakkan kalimatullah. Kalau membangun gedung, proyek industri/pertanian, jalan raya atau dalam bidang kesehatan dan lain sebagainya bukan untuk kemaksiatan, tetapi mengabdi untuk kemaslahatan masyarakat. Islam tidak bertentangan sama sekali dengan IPTEK, bahkan Islam mengembangkan IPTEK untuk kemajuan agama dan peradaban manusia (Adaptasi oleh ESR dari tulisan Admiral Manan, 2011).

Kamis, 07 April 2011

Guruku

Bertemu lagi dengan guru ngajiku jaman kuliah, Pak Admiral Manan.
Mendapat hadiah buku kumpulan tulisan beliau berjudul "Cakrawala Dakwah".
Isinya seakan ditulis khusus untuk memenuhi kebutuhan spiritualku.
Di usia beliau yang sudah 77 tahun beliau masih rajin menulis, berdakwah sampai ke luar Jawa. Namun tetap saja umur selnya seakan memberi sinyal bahwa beliau harus lebih memperhatikan kesehatan...
Meski kaki beliau sakit, tetap saja semangatnya tidak pupus untuk tetap menulis dengan mesin ketik manual,
Karena mata beliau sudah tidak kuat jika menggunakan komputer/laptop
Sesudah itu baru naskahnya dibawa ke rental...
Semangat perjuangan untuk menegakkan agama Allah tidak akan pupus karena kendala-kendala itu
Beliau bahkan merasa memiliki beban jika memikirkan tentang siapa yang bakal meneruskan dakwahnya.
Andakah insan-insan yang akan meneruskan cita-citanya?
Siapkah memegang amanah untuk mengestafetkan agamaNYA kepada generasi berikutnya?
seperti yang diharapkannya?
Guruku, di eraku sekarang ini, untuk hidup jujur saja sungguh sulit,
dianggap aneh, dijadikan bahan tertawaan,
bagaimana aku bisa membantumu menegakkan agamaNYA,
demi menjawab kekhawatiranmu?