Minggu, 15 Mei 2011

APLIKASI TEKNIK PERTANIAN DALAM BUDIDAYA DAN PENANGANAN PASCA PANEN BUNGA KRISAN (Chrysanthemum sp.)

Kondisi Riil di Tingkat Petani
Bunga krisan sangat potensial untuk dikembangkan sebagai komoditas ekspor yang memberi kontribusi nyata terhadap penyerapan devisa negara. Pada tahun 2003, nilai ekspor bunga krisan mengalami surplus US $ 1 juta. Tujuan ekspor bunga krisan adalah Belanda, Hongkong, Jepang, Singapura dan Malaysia. Volume ekspor bunga krisan dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan. Hingga akhir tahun 2009 diperkirakan nilai ekspor bunga krisan mencapai sekitar US $ 15 juta.
Sekalipun demikian sampai saat ini peluang pangsa pasar internasional bagi bunga krisan Indonesia masih terbuka lebar. Pasokan bunga krisan di pasar dunia di dominasi oleh pelaku usaha yang berasal dari Belanda, Columbia, dan Itali yang mencapai total ekspor lebih dari 60% dari nilai perdagangan dunia. Sementara negara-negara lain hanya mampu memasok sekitar 10% dari total permintaan dunia.
Upaya penyediaan bunga krisan masih mengalami berbagai kendala sejak pembibitan sampai dengan pasar. Hanya 1,5% dari total produksi krisan di Kecamatan Tutur Kabupaten Pasuruan yang lolos grade untuk ekspor. Selain itu pengurusan persyaratan ekpor juga membutuhkan waktu sampai berbulan-bulan. Pengurusan API membutuhkan waktu sampai 6 bulan, PPI, surat registrasi pabean, karantina dan lain sebagainya. Butuh waktu sampai dengan 5 bulan untuk mendapatkan lisensi varietas dari Belanda.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Pasuruan melalui SKPD terkait mulai Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Kantor Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Pertanian, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Dinas Koperasi Usaha Kecil dan Menengah, Bagian Perekonomian Sekretariat Daerah, Dinas Perindustrian dan Perdagangan dan sebagainya. Pembinaan dilakukan sejak budidaya sampai dengan pemasaran diikuti dengan pembentukan dan penguatan kelembagaan petani mulai pembentukan kelompok tani, gabungan kelompok tani, asosiasi dan koperasi. Sebagai bukti intensifnya pembinaan yang diikuti dengan partisipasi aktif petani, pada tahun 2010 Gapoktan Duta Flora menduduki peringkat I nasional dalam lomba agribisnis, setelah menang di tingkat kabupaten dan provinsi.
Kedudukan sebagai peringkat I nasional belum menjawab permasalahan riil di lapangan. Sangat rendahnya prosentase bunga krisan yang memenuhi grade ekspor masih harus diperbaiki. Permasalahan mendasar yang terjadi di tingkat petani diantaranya belum dimilikinya perangkat budidaya berupa alat ukur iklim mikro di dalam green house seperti pengukur intensitas cahaya (lux meter), pengukur suhu (thermometer), pengukur kelembaban udara (hygrometer), electric conductivity meter, pengukur kadar karbondioksida (CO2 meter). Penggunaan alat-alat tersebut harus didukung oleh konstruksi green house yang memungkinkan manipulasi iklim mikro tersebut dilakukan. Selain itu, akibat keterbatasan alat transportasi, packaging, permodalan serta pengetahuan dan keterampilan, petani juga belum melakukan handling bunga krisan segar secara benar.
Kegagalan mengatur iklim mikro di dalam green house menyebabkan maju mundurnya waktu panen. Kondisi ini diperparah dengan belum digunakannya peralatan pasca panen yang memadai seperti box pendingin serta penggunaan kardus kombinasi B dan E diikuti oleh handling yang buruk. Hal ini sangat merugikan petani karena perkiraan waktu panen yang dijadwalkan bertepatan dengan moment tertentu, misalnya perayaan hari besar menjadi tidak tercapai. Tentu saja hal ini akan sangat berpengaruh terhadap pendapatan petani.
Di sisi lain, teknik budidaya bunga krisan yang dilakukan oleh petani di Kecamatan Tutur Kabupaten Pasuruan masih menggunakan pestisida secara penuh. Hal ini selain meningkatkan biaya produksi, juga menyebabkan limbah tanaman tidak dapat dimanfaatkan lebih lanjut. Sementara di sekitar lokasi green house terdapat sekitar 16 ribu ekor sapi perah yang membutuhkan pakan. Selain itu, daun ataupun bunga yang tidak masuk grade yang sebenarnya dapat dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku minuman, obat herbal ataupun kosmetik menjadi hanya sebagai pupuk saja yang nilai ekonomisnya lebih rendah.

Aplikasi Teknik Pertanian
Aplikasi Teknik Pertanian dimulai dari pembuatan desain bangunan pertanian yaitu greenhouse yang memenuhi syarat tumbuhnya krisan, sehingga pengkondisian temperatur, kelembaban, cahaya, CO2 dan lainnya dapat dengan mudah dilakukan. Bahan-bahan yang digunakan disesuaikan dengan kondisi di lapangan namun tetap mempertimbangkan umur greenhouse yang diinginkan dan kemudahan pengerjaannya. Greenhouse yang dibuat harus memenuhi SNI 7604 tahun 2010 tentang Bangunan pertanian – Syarat Mutu Rumah Tanaman.
Pengaturan iklim mikro di dalam greenhouse meliputi temperatur, kelembaban dan cahaya dapat menggunakan sistem sensor berbasis mikrokontroler. Sehingga setiap kondisi mendung, intensitas cahaya yang masuk greenhouse kurang dari kebutuhan maka maka lampu akan otomatis menyala, begitupun sebaliknya ketika matahari terlalu terang maka paranet, langsung menutup. Pengaturan kelembaban juga dapat secara otomatis dilakukan, jika kelembaban di dalam greenhouse lebih rendah dari syarat tumbuh tanaman pada umur tanaman tertentu maka langsung disemprot dengan uap air dingin, dengan menggunakan nozzle yang menghasilkan pengkabutan yang baik. Sedangkan jika kelembaban terlalu tinggi maka ventilasi dapat membuka otomatis. Begitupun dengan pengaturan temperatur, jika temperatur di dalam greenhouse terlalau tinggi maka ventilasi dapat diatur membuka otomatis, namun jika temperatur terlalau rendah dapat disemprotkan uang panas. Aplikasi penyemprotan uap panas juga dapat mendukung pengkondisian CO2 di dalam greenhouse, jadi asap yang dihasilkan dapat digunakan untuk fogging, karena tanaman bunga krisan membutuhkan konsentrasi CO2 yang tinggi. Perlakukan penyemprotan uanp dingin, uap panas, maupun pembuakaan ventilasi akan saling mempengaruhi kondis ruang budidaya di dalam greenhouse. Oleh karenanya penggunaan kontrol secara penuh dan pembuatan recording sangat mendukung ketepatan waktu panen dan jaminan diperolehnya harga yang baik.
Penggunaan sistem irigasi tetes (drip irrigation) untuk budidaya tanaman bunga krisan di dalam greenhouse sangat tepat. Irigasi tetes yang dirangkai dengan timer yang diprogram sangat praktis diterapkan dan mudah dioperasional, serta menghemat biaya tenaga kerja. Irigasi tetes menghemat air hingga 50% dibandingkan jika menggunakan sprinkler. Efisiensi irigasi tetes mencapai lebih dari 95% karena air langsung diteteskan ke tanaman, tidak menyebabkan erosi dan mengurangi penguapan. Bahan yang digunakan untuk irigasi tetes dapat terbuat dari pipa PVC, bambu yang dilubangi ataupun botol plastik yang dilubangi.
Penanganan pasca panen juga merupakan titik kritis agar bunga potong krisan sampai ke tangan konsumen dalam keadaan segar. Selama ini petani belum melakukan handling dengan baik, seringkali bunga dimasukkan dalam wadah yang melebihi kapasitas maksimal, dan pengangkutan tidak menggunakan cold box, hanya dikirim menggunakan pick up standart (tanpa modifikasi). Semestinya bunga potong ditempatkan dalam wadah dengan air yang ditambahkan sukrosa, agar tersedia bahan untuk respirasi, sehingga bunga tidak layu. Lebih lanjut bunga harus diangkut dalam cold box sehingga tidak terjadi transpirasi yang besar.
Kesadaran masyarakat internasional terhadap keamanan pangan dan lingkungan semakin meningkat. Dalam sistem perdagangan internasional, hal ini menjadi isu penting yang digunakan sebagai barier non tarif oleh negara-negara maju terhadap produk dari negara-negara berkembang. Oleh karena itu telah disusun konsep tentang Good Agriculture Practise (GAP) dan Standar Operational Prosedur (SOP) budidaya krisan potong dan menerapkannya secara konsisten. Penerapan GAP dan SOP menjaga (1) produktivitas tinggi secara berkesinambungan, (2) kelestarian lingkungan, (3) keamanan dan keselamatan petani, dan (4) keamanan konsumen.
Pada saat ini perlu mulai dilakukan peralihan budidaya bunga krisan ke sistem organik, agar biaya produksi dapat ditekan serta dapat dibuat produk turunan dari daun dan bunga krisan, seperti teh daun krisan, jus bunga krisan, pakan sapi dari daun krisan dan lain sebagainya. Dengan penerapan sistem budidaya organik maka nilai tambah yang diperoleh petani akan meningkat dan kelestarian lingkungan akan terjaga. Dampak lebih lanjut berupa penciptaan lapangan kerja untuk mengatasi pengangguran dan pengentasan kemiskinan. Dengan bergeraknya perekonomian di tingkat petani juga akan berkontribusi terhadap peningkatan PDRB dari sektor pertanian (ESR).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar