Rabu, 29 Desember 2010

BIO GAS SEBAGAI ALTERNATIF ENERGI DI PEDESAAN

Pendahuluan
Sejak harga minyak tanah tidak disubsidi lagi, bio gas menjadi idola baru di pedesaan. Kebijakan pemerintah yang melakukan konversi minyak tanah ke elpiji telah mendorong duplikasi instalasi biogas di pedesaan. Sebenarnya saya mengenal tentang teknologi bio gas sejak jaman masih kuliah sekitar tahun 1991 – 1995. Sebagai mahasiswa Jurusan Mekanisasi Pertanian atau yang sekarang lebih dikenal dengan Teknik pertanian kami diperkenalkan dengan teknologi bio gas. Pihak kampus juga telah membangun percontohan di pedesaan. Namun karena saat itu harga minyak tanah masih murah sekali ---sangat terjangkau oleh kantong masyarakat pedesaan, tidak sampai Rp. 2.000,-/liter--- maka tidak ada yang berminat menduplikasi instalasi bio gas tersebut, meskipun banyak potensi untuk mengembangkannya.
Sejak konversi minyak tanah telah dijalankan sampai ke pedesaan, masyarakat tidak punya pilihan lain untuk tidak memanfaatkan potensi yang dimilikinya untuk memberikan solusi bagi pengurangan biaya hidupnya. Harga minyak tanah telah mencapai Rp. 7.100/liter, sedangkan di pedagang eceran telah mencapai Rp. 8.000,-/liter. Harga tersebut sudah tidak terbeli oleh buruh tani yang bergaji Rp. 20.000,-/hari untuk pekerjaan yang dimulai jam 7 pagi dan berakhir jam 12.00 siang. Karena di saat yang bersamaan, harga beras telah mencapai Rp. 7.000,-/kg.

Bahan Baku
Bahan baku yang umum digunakan di pedesaan adalah limbah padat peternakan sapi. Sebagaimana di ketahui, hampir setiap rumah tangga di pedesaan memelihara sapi, baik sapi potong maupun sapi perah. Di sekitar Nongkojajar, Kabupaten pasuruan pada saat ini telah terbangun lebih dari 600 unit instalasi biogas, bahkan ada desa yang telah 100%. Bahan baku diperoleh dari kandang ternak mereka sendiri. Perlu diketahui bahwa di area tersebut terdapat KPSP Setia kawan, yaitu koperasi peternak sapi perah dengan populasi sapi perah lebih dari 13.000 ekor. Seiring dengan peningkatan kesadaran masyarakat akan arti pentingnya susu bagi pemenuhan gizi keluarga, khususnya anak-anak yang dalam masa pertumbuhan, maka instalasi bio gas masih mungkin untuk terus dikembangkan. Hal ini terbukti dari permintaan susu segar oleh Industri Pengolahan Susu (IPS) masih sangat terbuka, artinya penambahan populasi sapi perah masih sangat memungkinkan, sehingga masyarakat tidak perlu khawatir akan kehabisan bahan baku.

Pembangunan Instalasi Bio Gas
Pembangunan instalasi bio gas di daerah Nongkojajar dilakukan oleh sekelompok tukang yang telah mendapatkan pelatihan khusus dari lembaga yang berpusat di Belanda. Pelatihan ini penting, mengingat keamanan pengguna harus tetap menjadi pertimbangan utama. Selain itu juga untuk menjamin bahwa instalasi yang dibangun benar, sehingga gas yang dihasilkan optimal. Sebenarnya mudah saja mencari gambar instalsi biogas di berbagai literatur, namun tanpa praktek, para tukang tidak dapat mengantisipasi kebocoran instalasi. Pihak Belanda juga menjanjikan subsidi Rp. 2 jt/unit jika tukang yang membangun adalah mereka yang telah memiliki sertifikat pelatihan dari mereka.
Bahan-bahan yang dibutuhkan untuk membangun instalasi bio gas juga sangat mudah didapat, misalnya batu bata, semen dan paralon, serta kompor gas. Hampir di semua daerah di Indonesia dapat dengan mudah menjumpai bahan tersebut. Peralatan yang dibutuhkan juga tidak lebih dari cangkul, cethok dan timba kecil untuk membuat adonan semen.

Biaya
Biaya pembangunan instalasi sekitar Rp. 5 jt/unit, jika mendapatkan subsidi dari Belanda sebanyak Rp. 2 jt/unit, peternak tinggal mengeluarkan biaya Rp. 3jt/unit. Untuk peternak anggota KPSP Setia Kawan, biaya tersebut dapat dipinjam dari lembaga tersebut. KPSP Setia Kawan mendapatkan kredit tanpa bunga dari PT. Nestle Indonesia untuk mendukung pembangunan instalasi biogas di tingkat peternak.

Pemanfaatan Bio Gas
Pemanfaatan bio gas di daerah nongkojajar masih terbatas untuk memasak dan penerangan. Sebenarnya gas yang dihasilkan masih mencukupi jika dimanfaatkan juga untuk keperluan industri kecil seperti pengeringan keripik umbi-umbian, penggorengan kopi ataupun keripik buah-buahan. Sejauh ini kelebihan gas masih terbuang sia-sia.

Pembangunan Instalasi Di Luar Wilayah
Pembangunan instalasi bio gas di wilayah lain dimungkinkan sepanjang potensi bahan bakunya tersedia. Calon pengguna secara sendiri atau berkelompok dapat menghubungi H. Hariyanto, salah seorang pengurus KPSP Setia Kawan Nongkojajar Pasuruan Jawa Timur. Para tukang yang bersertifikat tersebut akan dikirim ke daerah tujuan untuk membangun instalasi yang diinginkan.

Manfaat
Dari beberapa kali kunjungan lapangan, dapat diketahui bahwa rumah tangga yang telah menggunakan bio gas sangat merasakan manfaatnya karena biaya hidupnya berkurang. Mereka rata-rata sangat bersyukur karena tidak perlu lagi membeli minyak tanah yang harganya mahal ataupun menggunakan tabung LPG 3 kg yang sangat beresiko karena sering meledak ---akibat kecurangan beberapa oknum yang sering mengoplos LPG bersubsidi dan non subsidi. Manfaat lainnya adalah tersedianya pupuk organik yang “sudah matang” karena limbah padat peternakan yang masih baru belum dapat langsung diaplikasikan ke tanaman. Lebih jauh, dengan dibangunnya bio gas dapat mengurangi gas metan yang terkandung dalam limbah padat peternakan tersebut.

Kesimpulan
Bio gas merupakan salah satu energi alternatif yang sangat cocok untukditerapkan di pedesaan. Manfaat biogas sangat banyak diantaranya, menghemat biaya hidup, mengurangi emisi gas metan dan memungkinkan terbangunnya sistem pertanian yang efisien (ESR).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar